Di Bawah Langit Perbatasan, Bupati dan Danlanal Dumai Berkolaborasi Menghidupkan Pulau Jemur

Diskominfotik Rohil - Tepat pukul 09.15 WIB, deru mesin kapal speed dengan kapasitas 70 penumpang membelah permukaan laut yang tenang membawa rombongan yang terdiri dari Bupati Rokan Hilir, wakil Bupati jajaran Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Dumai, serta sejumlah pejabat daerah. Dalam laju 40 knot, gelombang laut menyeret perjalanan kami menuju Pulau Jemur—sepotong surga yang menanti di gerbang perbatasan Selat Melaka.

Langit membentang cerah, memayungi riak laut setinggi setengah meter yang menyambut laju kapal bak nyanyian alam yang tak pernah jenuh menyuarakan kejayaannya. Angin pantai menggiring aroma asin laut ke dalam pori-pori semangat rombongan. Sementara cahaya matahari yang menyengat tak mampu menaklukkan rasa penasaran akan keelokan Pulau Jemur yang kini berada dalam pengawasan strategis Lanal Dumai.

Dua titik hitam di cakrawala perlahan menampakkan wujudnya—seperti dua mata penjaga yang mengintip kehadiran kami. Ombak dan haluan kapal saling berlomba, seakan-akan alam pun turut bergelora menyambut kedatangan para tamu negara. Dari kejauhan, dedaunan kelapa di pesisir tampak melambai perlahan, seolah-olah pohon-pohon itu memiliki jiwa dan menyampaikan salam kehormatan.

 

 

 

Sesaat sebelum merapat, kapal meluncur perlahan melewati gugusan karang laut yang tajam dan eksotis. Dermaga yang menyambut kami bukan struktur biasa—melainkan ponton apung berbasis kubus yang bukan hanya fungsional, namun juga ramah terhadap ekosistem laut. Di atas dermaga itulah, satu per satu penumpang menjejakkan kaki, menyatu dengan nadi pulau yang pernah nyaris luput dari pelukan Ibu Pertiwi.

Pulau Jemur, yang kini berfungsi sebagai pos navigasi dan pangkalan pertahanan maritim, menyuguhkan bentang geografi yang tak hanya strategis, tetapi juga memesona. Dulu, pulau ini pernah diklaim oleh negara tetangga, mengingat jaraknya yang hanya terpaut 30 mil laut dari perairan Malaysia—lebih dekat dibandingkan jaraknya dengan Bagansiapiapi, yaitu sekitar 60 mil laut. Tak heran jika keberadaan TNI AL di pulau ini adalah simbol kedaulatan yang tak bisa ditawar.

Setibanya di dermaga, rombongan disambut dengan prosesi jajar kehormatan oleh pasukan TNI AL—sebuah penghormatan militer yang penuh wibawa dan menyiratkan pengakuan atas otoritas sipil yang hadir. Dalam suasana yang khidmat namun hangat, Komandan Lanal Dumai, Kolonel Laut (P) Abdul Haris, memaparkan secara komprehensif mengenai topografi pulau, potensi garis pantainya, serta prospek ekonomi yang menanti untuk dikembangkan.

 

 

Bupati Rokan Hilir tampak menyimak dengan penuh antusiasme. Tatapannya menembus hamparan pantai, seolah menyulam impian masa depan melalui promosi investasi dan pengembangan sektor pariwisata berbasis kelautan.

 

 

 

Momen emosional terjadi saat pelepasan tukik—bayi penyu—ke laut lepas. Dengan penuh kelembutan, para pejabat dan anggota Jalasenastri melepaskan makhluk-makhluk kecil itu dari ember, membiarkannya menapaki nasibnya sendiri di samudra luas. “Setelah pergi, jangan lupa kembali ke Pulau Jemur,” ujar Wakil Bupati dengan nada canda yang menyiratkan harapan besar agar kehadiran manusia tidak merusak daur kehidupan alamiah mereka.

 

 

 

Rangkaian kunjungan berlanjut ke pos jaga yang terletak di puncak pulau. Menapaki tangga batu yang menjulang, rombongan menjelajahi sisa-sisa bangunan seperti mess pemda, musholla, dan infrastruktur lain yang sebagian telah terbengkalai—menjadi saksi bisu akan dinamika pembangunan yang belum tuntas. Dari ketinggian ini, hamparan tumbuhan tropis seperti mangga, ketapang, dan kelapa tampak tumbuh subur, seolah-olah menolak lupa bahwa di tahun 1980-an, pulau ini pernah digunduli demi keamanan—agar tidak dijadikan tempat persembunyian para penyamun.

Bagi para pecinta kedamaian dan penikmat eksotisme bawah laut, Pulau Jemur adalah surga tersembunyi yang masih menjaga kesucian alamnya. Pasir pantainya yang berwarna kemerahan memancarkan daya pikat estetik yang langka. Dengan snorkeling maupun diving, wisatawan dapat menjelajah kekayaan biota laut yang seolah mengundang untuk dikenali lebih dalam.

Sebanyak 11 unit rumah penginapan telah dibangun pemerintah, mampu menampung 5 hingga 10 orang per unit. Uniknya, penginapan ini tak memungut biaya menginap, hanya iuran kebersihan—sebuah insentif yang menunjukkan bahwa pemerintah lebih menekankan keberlanjutan daripada komersialisasi.

 

Pulau Jemur masih perawan. Sunyi, tenang, dan nyaris tak tersentuh. Menikmati senja dari gedung Mess Pemda bergaya vintage yang berdiri megah di atas bukit, adalah pengalaman yang membuat waktu terasa enggan bergulir. Gedung itu seakan sedang berdialog dengan langit luas, memantulkan cahaya dan bayangan yang menggetarkan imajinasi.

Pukul 15.00 WIB, kapal kembali mengarahkan haluannya ke Bagansiapiapi. Matahari perlahan turun, dan kami tak sempat menyaksikan sunset legendaris di atas bukit bebatuan. Kami pun belum berkesempatan melihat telur-telur penyu yang tersembunyi di balik pasir hangat. Namun satu hal yang pasti—Pulau Jemur telah meninggalkan jejak mendalam di hati setiap pelancong yang pernah menginjakkan kaki di sana.

Dari kejauhan, pulau itu tampak seperti lukisan alam yang bergerak. Sebuah mahakarya Tuhan yang tak hanya memanggil untuk dikunjungi, tetapi juga untuk dicintai dan dijaga selamanya.

Tags: